Selamat Datang di blog'ku komunitas Blogger Tegal mari majukan TI di negeri tercinta & terimakasih telah mengunjungi blog's ku

Kontrasepsi tidak Tepat, Sebabkan infertilitas

Jangan Tunda Kehamilan Anak Pertama!

SETIAP pasangan suami istri (pasutri) yang baru menikah, berhak menunda kehamilan. Namun, ada baiknya memilih kontrasepsi yang tepat berdasarkan anjuran dokter, untuk menghindari infertilitas atau sulit hamil pada saat sudah menginginkan kehadiran sang bayi. Pasalnya, tak jarang kesuburan sang wanita jadi berkurang setelah menghentikan penggunaan kontrasepsi. Akibatnya, ya jadi sulit hamil. Perlu diketahui, melahirkan pada usia 35 tahun ke atas berisiko tinggi bagi calon ibu.

Kenapa kesuburan wanita jadi berkurang pasca menggunakan alat kontrasepsi?


Ber-KB sementara yang berujung pada kondisi sulit hamil, sebenarnya merupakan teka-teki besar bagi dunia kesehatan. Majalah Health Journal memaparkan, 48% perempuan muda yang menggunakan pil antihamil dan spiral KB (IUD) selama 2-4 tahun, mengalami sulit hamil saat menginginkan anak pertama. Sejumlah spesialis infertilitas Barat pun kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya.

Mereka menemukan fakta, faktor antibodi antisperma pada wanita bisa memicu kegagalan kehamilan. Kondisi ini terjadi lantaran pemerosotan potensi sperma dalam membuahi ovum (sel telur) dalam tubuh wanita. Muncul dugaan kuat bahwa penggunaan alat kontrasepsi seperti pil atau suntik KB - yang berisi hormon penolak pembuahan -- serta IUD dalam jangka waktu tertentu jadi penyebab meningkatnya antibodi antisperma.

Sejak lahir, setiap manusia normal memang dibekali suatu sistem imunologi yang berpotensi melindungi tubuh terhadap berbagai serangan penyakit, termasuk jenis-jenis penyakit seksual.

Pada tubuh pria pun bisa timbul antisperma yang merupakan fenomena autoimun, atau akibat sistem imun membentuk antibodi terhadap antigen tubuhnya sendiri, yakni sperma. Sebaliknya, wanita tidak mempunyai unsur antigen yang terkandung seperti pada sperma maupun komponen plasma semen. Namun, begitu wanita berhubungan seksual dengan pria, dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi antisperma terhadap antigen sperma. Pada tingkat tertentu, antibodi masih bisa ditembus oleh sperma berkualitas baik (cepat dan kuat) untuk membuahi sel telur hingga menghasilkan kehamilan.

Walaupun hanya satu sperma yang bakal membuahi sel telur, menurut teori kedokteran, dibutuhkan puluhan juta (minimal 20 juta) sperma agar kemungkinan terjadinya pembuahan lebih besar. Pasalnya, perjuangan untuk bisa mencapai sel telur luar biasa beratnya bagi kebanyakan sel sperma. Selama dalam perjalanan panjang menuju indung telur, banyak sperma berguguran.

Namun, belakangan para androlog tidak lagi berpatokan pada teori ini, yang terpenting bukan jumlahnya, melainkan kualitas spermanya. Walaupun sang suami hanya memiliki 5-6 juta sperma, tapi kalau gerakannya cukup gesit, bisa saja membuahi sel telur. Yang jadi masalah, kalau jumlah sperma sedikit dan gerakannya lamban. Ya, mereka akan berguguran sebelum mencapai tujuan!

Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi seperti pil dan suntik KB, walaupun terjadi kontak antara sperma dan sel telur dalam tubuh wanita, pembuahan takkan terjadi. Sedangkan pada KB IUD (spiral) pembuahan bisa terjadi, namun biasanya langsung gugur.

Menurut para pakar dalam penelitian tadi, selama penggunaan alat kontrasepsi, pembentukan antibodi terhadap sperma akan terus terbentuk. Bahkan, semakin lama kadarnya semakin tinggi dan pertahanannya semakin kuat. Diduga, inilah pemicu utama kesulitan mendapatkan keturunan.

Dengan kata lain, dalam tubuh si wanita telanjur timbul "kontrasepsi alami", atau tercipta antibodi kuat penolak kehadiran sperma yang hendak membuahi sel telurnya. Kalaupun sampai terjadi pembuahan, bisa jadi, akan membentuk efektor imun lebih dahsyat. Efektor imun adalah sistem imun seluler (yang dibawa oleh leukosit, makrofag, dan lain-lain) yang mampu menimbulkan peradangan terhadap janin dan plasenta yang mulai berkembang dalam rahim sang ibu. Penolakan imun ini bisa berujung pada keguguran.

Jika pascapenggunaan kontrasepsi mengalami kesulitan hamil, pasutri dianjurkan menjalani terapi kondom atau "sarung KB". Jadi, setelah setop menggunakan obat antihamil, selama 6-10 bulan berikutnya, sebaiknya menggunakan sarung KB.

Selama itu antibodi akan menurun, dan terjadi pembersihan sehingga ia tak ada lagi di daerah organ reproduksi sang istri. Saat pemanfaatan sarung KB dihentikan, pada masa subur sperma akan bermigrasi sampai ke saluran indung telur untuk menjumpai ovum tanpa hambatan apa pun.

Memang, hasil penelitian soal antibodi antisperma sebagai biang keladi tadi masih berlumuran pro-kontra. Kalaupun penyebabnya masalah antibodi yang meningkat, belum tentu hanya gara-gara kontrasepsi itu, tapi mungkin juga karena dalam tubuh wanita secara alami terbentuk antibodi antisperma yang kuat.

Dalam kasus ini, biasanya dokter akan memberikan obat imunosupresi yang akan menekan pembentukan antibodi terhadap sperma, tak perlu dengan terapi sarung KB. Tapi, penggunaan obat imunosupresi ini pun masih banyak ditentang, sebab efek sampingannya, tubuh calon ibu akan kekurangan antibodi sehingga lebih mudah kemasukan kuman atau virus seperti rubela, campak, dan lain-lain, yang membahayakan janin.

Karenanya, kalaupun pasangan muda ingin menunda kehamilan, sebaiknya menggunakan cara yang lebih aman, yaitu dengan kondom. Ia akan mencegah pembuahan sekaligus mencegah kontak antara antigen suami dengan sistem imun istri, sehingga antibodi pada tubuh istri tidak meningkat.

Tapi, kalau mau lebih aman lagi, sebaiknya pasangan suami istri tidak menunda masa kehamilan. Jadi, miliki satu anak dulu, barulah ber-KB.



(dr. Suzilawati)

0 komentar:

 

Copyright © 2008 MaestrO design


design by Detia_h@yahoo.com